Friday, 28 October 2016

ASKEP FRAKTUR



FRAKTUR


      A. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price and Wilson, 1995).
Fraktur menurut Rasjad (1998) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. 
B. Etiologi
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh.Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih besar daripada kekuatan tulang.
Penyebab fraktur diantaranya :
            1. Trauma
a) Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut.
b) Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
2. Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker tulang dan lain-lain.
3. Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut
4. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
      C. Manifestasi Klinis
Rasa nyeri biasanya merupakan gejala yang sangat nyata.
Nyeri bisa sangat hebat dan biasanya makin lama makin memburuk, apabila jika tulang yang terkena digerakkan. Menyentuh daerah di sekitar patah tulang juga bisa menimbulkan nyeri. Alat gerak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga penderita tidak dapat menggerakkan lengannya, berdiri diatas satu tungkai atau menggenggam dengan tangannya. Darah bisa merembes dari tulang yang patah (kadang dalam jumlah yang cukup banyak) dan masuk kedalam jaringan di sekitarnya atau keluar dari luka akibat cedera.
      D. Patofisiologi
             Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Doenges, 2000) 
            Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam     jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Tulang   bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang 
            Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Doenges, 2000)
        E. Klasifikasi Fraktur
1. Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal.
2. Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
3. Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya tidak menembus jaringan kulit.
4. Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing)
            a. Grade I       : Luka bersih, panjang <>
b. Grade II    : Luka lebih besar/luas tanpa kerusakan jaringan  lunak yang ekstensif
c. Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat.
5.  Jenis khusus fraktur
   a. Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya membengkok.
                 b. Tranversal : Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
     c. Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
                 d.  Spiral: Fraktur memuntir seputar batang tulang
     e.  Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
     f. Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
      g. Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
      h. Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit pegel, tumor)
       i. Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada perlekatannya
                   j.  Epifiseal : Fraktur melalui epifisis
       k. Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
 
       F. Pathway


            G. Proses Penyembuhan
             1. Tahap Hematoma.
Pada tahap terjadi fraktur, terjadi kerusakan pada kanalis.Havers sehingga masuk ke area fraktur setelah 24 jam terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur, terbenuklah hematoma kemudian berkembang menjadi jaringan granulasi.
             2. Tahap Poliferasi.
Pada aerea fraktur periosteum, endosteum dan sumsum mensuplai sel yang berubah menjadi fibrin kartilago, kartilago hialin dan jaringan panjang.
            3. Tahap Formiasi Kalus atau Prakalus.
 Jaringan granulasi berubah menjadi prakalus.Prakalus mencapai ukuran maksimal pada 14 sampai 21 hari setelah injuri.
4. Tahap Osifikasi kalus, Pemberian osifikasi kalus eksternal (antara periosteum dan korteks), kalus internal (medulla) dan kalus intermediet pada minggu ke-3 sampai dengan minggu ke-10 kalus menutupi lubang.
5. Tahap consolidasi, Dengan aktivitas osteoblasi dan osteoklas, kalus mengalami proses tulang sesuai dengan hasilnya.
Faktor – faktor yang mempengaruhi proses pemulihan :
                a. Usia klien
                b. Immobilisasi
                c. Tipe fraktur dan area fraktur
  d. Tipe tulang yang fraktur, tulang spongiosa lebih cepat sembuh dibandingkan dengan  tulang  kompak.
                e. Keadaan gizi klien.
    f. Asupan darah dan hormon – hormon pertumbuhan yang memadai.
                g.  Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
    h.  Komplikasi atau tidak misalnya infeksi biasa menyebabkan penyembuhan lebih lama.
    i. Keganasan lokal, penyakit tulang metabolik dan kortikosteroid.(Doenges, 2000)
 
            H. Komplikasi
            1. Syok
Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
            2. Mal union.
Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union).
            3. Non union
Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu.Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
            4. Delayed union
Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama dari proses penyembuhan fraktur.
5. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID).Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.
            6. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memsaok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.
           7. Sindrom Kompartemen
Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika tidak ditangani segera.
8.Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia, dan gangguan syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri atau keadaan penekanan syaraf karena pemasangan gips, balutan atau pemasangan traksi.(Brunner & suddarth, 2002: 2390)
I.           I. Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan Rontgen
Untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur.
2.      CT Scan/ MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3.      Pemeriksaan Laboratorium
a.       Hb (Hemoglobin) mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau juga dapat menurun (perdarahan).
b.      Leukosit meningkat sebagai respon stress normal setelah trauma.
c.       Kreatinin, trauma meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
d.      Arteriogram, dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
               J. Penatalaksaan Medis
1.      Pemberian anti obat antiinflamasi.
2.      Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
3.      Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
4.      Bedrest, Fisioterapi
             K. Penatalaksaan Keperawatan
            Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin:
             1. Berikan toksin anti tetanus
             2. Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dan negatif.
             3. Posisikin yang nyaman pada pasien
             4. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri.
              L. Pengkajian
1. B1 (Breathing)        : Napas pendek
2. B2 (Blood)              : Hipotensi, bradikardi
3. B3 (Brain)               : Pusing saat melakukan perubahan posisi, nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas  daerah trauma dan mengalami deformitas pada daerah trauma.
4. B4 (Bleader)       : Inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut dan peristaltic  hilang
5. B5 ( Bowel)        : Mengalami distensi perut dan peristaltik usus hilang
6. B6 (Bone)           : Kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal, hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot dan hilangnya reflek.
 
             M. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmakerusakan
Tujuan perawatan: pola nafas efektif setelah diberikan oksigen
            Kriteria hasil: Pentilasi adekuat
            Intervensi :
a) Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.
b) Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.
c) Kaji fungsi pernapasan.
d) Auskultasi suara napas.
e) Observasi warna kulit.
f) Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.
g) Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan.
h) Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.
i)  Lakukan fisioterapi nafas.
2.  Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan.
Tujuan perawatan; Selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.
Kriteria hasil : Tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap.
Intervensi :
b)      Kaji secara teratur fungsi motorik.
c)      Lakukan log rolling.
d)     Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki.
e)      Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling.
f)       Inspeksi kulit setiap hari.
g)      Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera
Tujuan keperawatan: Rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan
            Kriteria hasil : Melaporkan rasa nyerinya berkurang
            Intervensi:
             a)          Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional.
             b)         Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus.
             c)         Berikan tindakan kenyamanan.
             d)        Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi.
             e)         Berikan obat antinyeri sesuai pesanan.



DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth .2002.Keperawatan Medikal Bedah, Edisi3. Jakarta: EGC
Carpenito .2000.Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6. Jakarta: EGC
Doenges at al .2000.Rencana Asuhan Keperawatan, Ed. Jakarta: EGC
Herman Santoso, dr., SpBO .2000. Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.
Smeltser .2001.Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC