LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBINEMIA
A. Definisi
Hyperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam
darah yang kadar nilainya lebih dari normal. (Suriadi dan Yuliani, 2010: 133)
Hyperbilirubin adalah suatu kondisi bayi baru lahir dimana
kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai
dengan ikterus, yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis. (Hidayat,
2008: 94)
Hyperbilirubinemia tak terkonjungsi adalah kadar bilirubin
serum indirek ≥ 1 mg/ dl untuk bayi
cukup bulan atau ≥ 4-5 mg/ dl untuk bayi premature. Hyperbilirubinemia
terkonjungsi adalah kadar bilirubin serum direk ≥ 3 mg/ dl atau fraksi > 10%
sampai 15% bilirubin serum total. Hal ini disebabkan keegagalan bilirubin terkonjugasi
diekskresikan dari hepar (hepatosit) ke duodenum karena deefisiensi sekresi atau
aliran empedu sehingga menyebabkan cedera sel hepar. (Haws, 2007: 202)
B. Etiologi
1. Peningkatan
bilirubin dapat terjadi karena polycetlietnia, isoimmun hemolytic diseas,
kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia: salisilat,
kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler, cephalematoma,
ecchymosis.
2. Gangguan
fungsi hati; glukoronil transferase,
obstruksi empedu/ atresia biliari, infeksi, masalah metabolic, galaktosemia
hypothyroidisme, jaundice ASI.
(Suriadi dan Yuliani, 2010: 134)
C. Manifestasi
Klinik
1. Tampak
ikterus; sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang tamapak
dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir,
sepsis, atau ibu diabetic atau infeksi. Jaundice yang tampak pada hari kedua
atau hari ketiga, dan memuncak pada hari ke lima sampai tujuh yang biasanya merupakan
jaundice fisiologis.
2. Ikterus
adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak
kuning atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirrubin direk) kulit tampak
beerwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada
ikterus berat.
3. Muntah,
anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.
(Suriadi dan Yuliani, 2010: 134)
D. Patofisiologi
Hiperbilirubinemia neonatal atau ikterus fisiologis, suatu
kadar bilirubin serum total yang lebih dari 5 mg/ dl, disebabkan oleh predisposisi
neonatal untuk memproduksi bilirubin dan keterbatasan kemampuan untuk
mengekskresikannya. Dari definisinya, tidak ada ketidaknormalan lain atau proses
patologis yang mengakibatkan ikterus. Warna kuning pada kulit dan membrane
mukosa adalah karena deposisi pigmen bilirubin tak ter-konjungsi. Sumber utama
bilirubin adalah dari pemecahan hemoglobin yang sudah tua atau sel darah merah
yang mengalami hemolisis. Pada neonates, sel darah merah mengalami pergantian
yang lebih tinggi dan waktu hidup yang lebih pendek, yang meningkatkan
kecepatan produksi bilirubin lebih tinggi. Ketidakmatangan hepar neonatal
merupakan factor yang membatasi ekskresi bilirubin.
Bilirubin tak terkonjugasi atau indirek bersifat larut lemak
dan mengikat albumin plasma. Bilirubin kemudian diterima oleh hati, tempat
konjugasinya. Bilirubin terkonjugasi atau direk diekskresikan dalam bentuk
empedu ke dalam usus. Di dalam usus, bakteri meerubah bilirubin terkonjugasi
atau direk menjadi urobilinogen. Mayoritas urobilinogen yang sangat mampu larut
diekskresikan kembali oleh hepar dan dieliminasi ke dalam feses, ginjal
mengekskresikaan 5% urobilinogen. Peningkatan kerusakan sel darah merah dan
ketidakmatangan hepar tidak hanya menambah peningkatan kadar bilirubin, tetapi
bakteri usus lain dapat mendekonjugasibilirubin, yang memungkinkan reabsorpsi ke
dalam sirkulasi dan selanjutnya meningkatkan kadar bilirubin.
(Betz, 2009: 207)
E. Pathways
F. Pemeriksaan
Penunjang
1. Pemeriksaan
bilirubin serum: pada bayi cukup bulan bilirubin mencapai puncak kira-kira 6
mg/ dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/
dl adalah tidak fisiologis.
2. Ultrasound:
untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotope
scan: dapat digunakan untuk meembantu membedakan hepatitis dari atresia
biliary (Suriadi dan Yuliani,
2010: 136).
G. Komplikasi
1. Hipotermi,
hipoglikemi, menurunnya ikatan albumin.
2. Kernikterus:
Suatu sindrom neurologic yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak
terkonjugasi dalam sel-sel otak (Rukiyah dan Yulianti, 2012: 273).
H. Focus
Pengkajian
1. Pemeriksaan
fisik: Inspeksi warna pada sclera, konjungtiva, membrane mukosa mulut, kulit,
urin, tinja.
2. Pemeriksaan
bilirubin menunjukan adanya peningkatan.
3. Tanyakan
beerapa lama jaundice muncul dan sejak kapan.
4. Apakah
bayi meengalami demam.
5. Bagaimana
kebutuhan pola minum.
6. Riwayat
keluarga. (Suriadi
dan Yuliani, 2010: 139)
I. Diagnose
Keperawatan
1. Resiko
injury (internal) berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari
pemecahan sel darah merah dan gaangguan ekskresi bilirubin.
2. Resiko
kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air tanpa disadari
sekunder dari fototerapi.
3. Resiko
gangguan integritas kulit berhubungan dengan pengaruh fototerapi.
4. Kecemasan
orang tua berhubungan dengan kondisi bayi.
5. Kurangnya
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang tua.
(Suriadi dan Yuliani,
2010: 138)
J. Rencana
Keperawatan
1. Resiko
injury (internal berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari
pemecahan sel darah merah dan gaangguan ekskresi bilirubin.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi injury akibat peningkatan
serum bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gaangguan ekskresi
bilirubin.
Criteria Hasil: Tidak adanya
tanda-tanda injury internal.
Intervensi:
a. Perhatikan dan dokumentasikan warna kulit dari kepala, sclera dan tubuh
secara progresif terhadap ikterik setiap pergantian shift
Rasional:
Mengetahui adanya hiperbilirubinemi secara dini sehingga
dapat dilakukan tindakan penanganan segera.
b. Monitor kadar bilirubin dan kolaborasi bila ada peningkatan kadar.
Rasional:
Mengetahui peningkatan kadar bilirubin yang tinggi
c. Monitor kadar Hb, Hct adanya penurunan.
Rasional:
Adanya penurunan Hb, Hct menunjukan adanya hemolitik
d. Berikan phototerapi
Rasional:
phototerapi berfungsi mendekomposisikan bilirubin dengan
photoisomernya.
2. Resiko
kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air tanpa disadari
sekunder dari fototerapi.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi deficit volume cairan
Kriteria Hasil:
a. Jumlah intake dan output
seimbang.
b. Turgor kulit baik, tanda
vital dalam batas normal.
c. Penurunan BB tidak lebih dari
10 % BBL.
Intervensi:
a. Kaji reflek hisap bayi.
Rasional: Mengetahui kemampuan hisap bayi
b. Beri minum per oral/menyusui
bila reflek hisap adekuat
Rasional: Menjamin keadekuatan intake
c. Catat jumlah intake dan output
, frekuensi dan konsistensi feces.
Rasional: Mengetahui kecukupan intake
d. Pantau turgor kulit, tanda-
tanda vital setiap 4 jam
Rasional: Turgor menurun, suhu meningkat, respirasi meningkat
adalah tanda-tanda dehidrasi.
e. Timbang BB setiap hari.
Rasional: mengetahui kecukupan cairan dan nutrisi.
3. Resiko
gangguan integritas kulit berhubungan dengan pengaruh fototerapi.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan integritas kulit.
Criteria Hasil:
a. Tidak terjadi decubitus
b. Kulit bersih dan lembab
Intervensi:
a. Kaji warna kulit tiap 8 jam.
Rasional: Mengetahui adanya perubahan warna kulit.
b. Ubah posisi setiap 2 jam
Rasional: Mencegah penekanan kulit pada daerah tertentu
dalam waktu lama.
c. Masage daerah yang menonjol
Rasional: Melancarkan peredaran darah sehingga mencegah luka
tekan di daerah tersebut.
d. Jaga kebersihan kulit bayi
dan berikan baby oil atau lotion pelembab.
Rasional: Mencegah lecet.
e. Kolaborasi untuk pemeriksaan
kadar bilirubin, bila kadar bilirubin turun menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan
Rasional: untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama.
4. Kecemasan
orang tua berhubungan dengan kondisi bayi.
Tujuan: Setelah diberikan penjelasan
selama 2x15 menit diharapkan orang tua menyatakan mengerti tentang perawatan
bayi hiperbilirubin dan kooperatif dalam perawatan.
Criteria Hasil: Orang tua tidak
cemas.
Intervensi:
a. Kaji pengetahuan keluarga
tentang penyakit pasien
Rasional: Mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang
penyakit.
b. Beri pendidikan kesehatan
penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya.
Rasional: Meningkatkan pemahaman tentang keadaan penyakit.
c. Beri pendidikan kesehatan
mengenai cara perawatan bayi dirumah.
Rasional: meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua
dalam erawat bayi.
5. Kurangnya
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang tua.
Tujuan: Setelah diberikan penjelasan
selama 2x30 menit diharapkan orang tua menyatakan mengerti tentang perawatan
bayi hiperbilirubin dan kooperatif dalam perawatan.
Criteria Hasil: Orang tua menyatakan
mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan kooperatif dalam perawatan.
Intervensi:
a. Ajak
orang tua untuk diskusi dengan meenjelaskan teentang fisiologis, alas an
perawatan, dan pengobatan.
Rasional: Menambah pengetahuan
mengenai penyakit yang dialami bayi.
b. Libatkan
dan ajarkan orang tua dalam merawat bayi
Rasional: Orang tua dapat meerawat
bayi dengan benar.
c. Jelaskan
komplikasi dengan mengenal tanda dan gejala; kekakuan otot, kejang dan tidak
mau makan/ minum, meningkatnya temperature, dan tangisan yang melengking.
Rasional: orang tua dapat megetahui
gejala dan tanda yang teerjadi pada bayi dan dapat bertindak cepat.
(Suriadi dan Yuliani,
2010: 139)
K. Focus
Evaluasi
1. Bayi
terbebas dari injury yang ditandai dengan serum bilirubin menurun, tidak ada jaundice,
reflek moro normal, tidak terdapat sepsis, reflek hisap dan menelan baik.
2. Bayi
tidak mengalami tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan membrane mukosa
normal, ubun-ubun tidak ceekung, temperature dalam keadaan normal.
3. Bayi
tidak menunjukan adanya iritasi pada kulit yang ditandai dengan tidak ada ruam.
4. Orang
tua tidak tampak cemas yang ditaandai dengan mengekspresikan perasaan dan
perhatian pada bayi dan aktif dalam partisipasi perawatan bayi.
5. Orang
tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan, dan aktif dalam partisipasi
perawatan bayi.
(Suriadi dan Yuliani,
2010: 138)
L. Discharge
Planing
1. Ajarkan
orang tua cara merawat bayi agar tidak terjadi infeksi dan jelaskan tentang
daya tahan tubuh bayi.
2. Jelaskan
pada orang tua pentingnya pemberian ASI apabila sudah tidak ikterik. Namun bila
peenyebabnya bukan dari jaundice ASI tetap diteruskan pembeerian ASI.
3. Jelaskan
pada orang tua tentang komplikasi, yang mungkin terjadi, segera lapor dokteer
atau perawat.
4. Jelaskan
untuk pemberian imunisasi.
5. Jelaskan
teentang pengobatan yang diberikan.
(Suriadi dan Yuliani,
2010: 140)
DAFTAR PUSTAKA
Cecily, Lynn Betz.
2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri,
Ed 5. Jakarta: EGC
Dewi, Vivian Nanny Lia.
2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika
Haws, Paulette S. 2007.
Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta: EGC
Hidayat, A aziz Alimul.
2009. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk
Pendidikam Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Rukiyah, Ai Yeyeh dan
Lia Yulianti. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak. Jakarta: TIM
Suriadi dan Rita
Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto