Showing posts with label laporan pendahuluan. Show all posts
Showing posts with label laporan pendahuluan. Show all posts

Tuesday, 1 November 2016

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBINEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBINEMIA

A.    Definisi
Hyperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal. (Suriadi dan Yuliani, 2010: 133)
Hyperbilirubin adalah suatu kondisi bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis. (Hidayat, 2008: 94)
Hyperbilirubinemia tak terkonjungsi adalah kadar bilirubin serum indirek  ≥ 1 mg/ dl untuk bayi cukup bulan atau ≥ 4-5 mg/ dl untuk bayi premature. Hyperbilirubinemia terkonjungsi adalah kadar bilirubin serum direk ≥ 3 mg/ dl atau fraksi > 10% sampai 15% bilirubin serum total. Hal ini disebabkan keegagalan bilirubin terkonjugasi diekskresikan dari hepar (hepatosit) ke duodenum karena deefisiensi sekresi atau aliran empedu sehingga menyebabkan cedera sel hepar. (Haws, 2007: 202)

B.     Etiologi
1.      Peningkatan bilirubin dapat terjadi karena polycetlietnia, isoimmun hemolytic diseas, kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia: salisilat, kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler, cephalematoma, ecchymosis.
2.      Gangguan fungsi hati;  glukoronil transferase, obstruksi empedu/ atresia biliari, infeksi, masalah metabolic, galaktosemia hypothyroidisme, jaundice ASI.
(Suriadi dan Yuliani, 2010: 134)

C.     Manifestasi Klinik
1.      Tampak ikterus; sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang tamapak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu diabetic atau infeksi. Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga, dan memuncak pada hari ke lima sampai tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
2.      Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirrubin direk) kulit tampak beerwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus berat.
3.      Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.
(Suriadi dan Yuliani, 2010: 134)

D.    Patofisiologi
Hiperbilirubinemia neonatal atau ikterus fisiologis, suatu kadar bilirubin serum total yang lebih dari 5 mg/ dl, disebabkan oleh predisposisi neonatal untuk memproduksi bilirubin dan keterbatasan kemampuan untuk mengekskresikannya. Dari definisinya, tidak ada ketidaknormalan lain atau proses patologis yang mengakibatkan ikterus. Warna kuning pada kulit dan membrane mukosa adalah karena deposisi pigmen bilirubin tak ter-konjungsi. Sumber utama bilirubin adalah dari pemecahan hemoglobin yang sudah tua atau sel darah merah yang mengalami hemolisis. Pada neonates, sel darah merah mengalami pergantian yang lebih tinggi dan waktu hidup yang lebih pendek, yang meningkatkan kecepatan produksi bilirubin lebih tinggi. Ketidakmatangan hepar neonatal merupakan factor yang membatasi ekskresi bilirubin.
Bilirubin tak terkonjugasi atau indirek bersifat larut lemak dan mengikat albumin plasma. Bilirubin kemudian diterima oleh hati, tempat konjugasinya. Bilirubin terkonjugasi atau direk diekskresikan dalam bentuk empedu ke dalam usus. Di dalam usus, bakteri meerubah bilirubin terkonjugasi atau direk menjadi urobilinogen. Mayoritas urobilinogen yang sangat mampu larut diekskresikan kembali oleh hepar dan dieliminasi ke dalam feses, ginjal mengekskresikaan 5% urobilinogen. Peningkatan kerusakan sel darah merah dan ketidakmatangan hepar tidak hanya menambah peningkatan kadar bilirubin, tetapi bakteri usus lain dapat mendekonjugasibilirubin, yang memungkinkan reabsorpsi ke dalam sirkulasi dan selanjutnya meningkatkan kadar bilirubin.
(Betz, 2009: 207)


E.     Pathways


F.      Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan bilirubin serum: pada bayi cukup bulan bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/ dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/ dl adalah tidak fisiologis.
2.      Ultrasound: untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3.      Radioisotope scan: dapat digunakan untuk meembantu membedakan hepatitis dari atresia biliary (Suriadi dan Yuliani, 2010: 136).

G.    Komplikasi
1.      Hipotermi, hipoglikemi, menurunnya ikatan albumin.
2.      Kernikterus: Suatu sindrom neurologic yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi dalam sel-sel otak (Rukiyah dan Yulianti, 2012: 273).

H.    Focus Pengkajian
1.      Pemeriksaan fisik: Inspeksi warna pada sclera, konjungtiva, membrane mukosa mulut, kulit, urin, tinja.
2.      Pemeriksaan bilirubin menunjukan adanya peningkatan.
3.      Tanyakan beerapa lama jaundice muncul dan sejak kapan.
4.      Apakah bayi meengalami demam.
5.      Bagaimana kebutuhan pola minum.
6.      Riwayat keluarga.                                    (Suriadi dan Yuliani, 2010: 139)
I.       Diagnose Keperawatan
1.      Resiko injury (internal) berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gaangguan ekskresi bilirubin.
2.      Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air tanpa disadari sekunder dari fototerapi.
3.      Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan pengaruh fototerapi.
4.      Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi.
5.      Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang tua.
(Suriadi dan Yuliani, 2010: 138)

J.       Rencana Keperawatan
1.      Resiko injury (internal berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gaangguan ekskresi bilirubin.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi injury akibat peningkatan serum bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gaangguan ekskresi bilirubin.
Criteria Hasil: Tidak adanya tanda-tanda injury internal.

Intervensi:
a.       Perhatikan dan dokumentasikan warna kulit dari kepala, sclera dan tubuh secara progresif terhadap ikterik setiap pergantian shift
Rasional: Mengetahui adanya hiperbilirubinemi secara dini sehingga dapat dilakukan tindakan penanganan segera.
b.      Monitor kadar bilirubin dan kolaborasi bila ada peningkatan kadar.
Rasional: Mengetahui peningkatan kadar bilirubin yang tinggi
c.       Monitor kadar Hb, Hct adanya penurunan.
Rasional: Adanya penurunan Hb, Hct menunjukan adanya hemolitik
d.      Berikan phototerapi
Rasional: phototerapi berfungsi mendekomposisikan bilirubin dengan photoisomernya.

2.      Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air tanpa disadari sekunder dari fototerapi.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi deficit volume cairan
Kriteria Hasil:
a.       Jumlah intake dan output seimbang.
b.      Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal.
c.       Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BBL.
Intervensi:
a.       Kaji reflek hisap bayi.
Rasional: Mengetahui kemampuan hisap bayi
b.      Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat
Rasional: Menjamin keadekuatan intake
c.       Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi feces.
Rasional: Mengetahui kecukupan intake
d.      Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital setiap 4 jam
Rasional: Turgor menurun, suhu meningkat, respirasi meningkat adalah tanda-tanda dehidrasi.
e.       Timbang BB setiap hari.
Rasional: mengetahui kecukupan cairan dan nutrisi.
3.      Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan pengaruh fototerapi.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan integritas kulit.
Criteria Hasil:
a.       Tidak terjadi decubitus
b.      Kulit bersih dan lembab
Intervensi:
a.       Kaji warna kulit tiap 8 jam.
Rasional: Mengetahui adanya perubahan warna kulit.
b.      Ubah posisi setiap 2 jam
Rasional: Mencegah penekanan kulit pada daerah tertentu dalam waktu lama.
c.       Masage daerah yang menonjol
Rasional: Melancarkan peredaran darah sehingga mencegah luka tekan di daerah tersebut.
d.      Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion pelembab.
Rasional: Mencegah lecet.
e.       Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubin turun menjadi 7,5 mg%  fototerafi dihentikan
Rasional: untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama.

4.      Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi.
Tujuan: Setelah diberikan penjelasan selama 2x15 menit diharapkan orang tua menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan kooperatif dalam perawatan.
Criteria Hasil: Orang tua tidak cemas.
Intervensi:
a.       Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien
Rasional: Mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit.
b.      Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya.
Rasional: Meningkatkan pemahaman tentang keadaan penyakit.
c.       Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah.
Rasional: meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam erawat bayi.

5.      Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang tua.
Tujuan: Setelah diberikan penjelasan selama 2x30 menit diharapkan orang tua menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan kooperatif dalam perawatan.
Criteria Hasil: Orang tua menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan kooperatif dalam perawatan.
Intervensi:
a.       Ajak orang tua untuk diskusi dengan meenjelaskan teentang fisiologis, alas an perawatan, dan pengobatan.
Rasional: Menambah pengetahuan mengenai penyakit yang dialami bayi.
b.      Libatkan dan ajarkan orang tua dalam merawat bayi
Rasional: Orang tua dapat meerawat bayi dengan benar.
c.       Jelaskan komplikasi dengan mengenal tanda dan gejala; kekakuan otot, kejang dan tidak mau makan/ minum, meningkatnya temperature, dan tangisan yang melengking.
Rasional: orang tua dapat megetahui gejala dan tanda yang teerjadi pada bayi dan dapat bertindak cepat.
(Suriadi dan Yuliani, 2010: 139)

K.    Focus Evaluasi
1.      Bayi terbebas dari injury yang ditandai dengan serum bilirubin menurun, tidak ada jaundice, reflek moro normal, tidak terdapat sepsis, reflek hisap dan menelan baik.
2.      Bayi tidak mengalami tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan membrane mukosa normal, ubun-ubun tidak ceekung, temperature dalam keadaan normal.
3.      Bayi tidak menunjukan adanya iritasi pada kulit yang ditandai dengan tidak ada ruam.
4.      Orang tua tidak tampak cemas yang ditaandai dengan mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi dan aktif dalam partisipasi perawatan bayi.
5.      Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan, dan aktif dalam partisipasi perawatan bayi.
(Suriadi dan Yuliani, 2010: 138)



L.     Discharge Planing
1.      Ajarkan orang tua cara merawat bayi agar tidak terjadi infeksi dan jelaskan tentang daya tahan tubuh bayi.
2.      Jelaskan pada orang tua pentingnya pemberian ASI apabila sudah tidak ikterik. Namun bila peenyebabnya bukan dari jaundice ASI tetap diteruskan pembeerian ASI.
3.      Jelaskan pada orang tua tentang komplikasi, yang mungkin terjadi, segera lapor dokteer atau perawat.
4.      Jelaskan untuk pemberian imunisasi.
5.      Jelaskan teentang pengobatan yang diberikan.
(Suriadi dan Yuliani, 2010: 140)



DAFTAR PUSTAKA

Cecily, Lynn Betz. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Ed 5. Jakarta: EGC
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika

Haws, Paulette S. 2007. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta: EGC

Hidayat, A aziz Alimul. 2009. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikam Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika

Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak. Jakarta: TIM

Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto