PENGKAJIAN GAWAT DARURAT
Perawatan pada pasien
yang mengalami injuri oleh tim trauma agak berbeda dengan pengobatan secara
tradisional, di mana penegakan diagnosa, pengkajian dan manajemen
penatalaksanaan sering terjadi secara bersamaan dan dilakukan oleh dokter yang
lebih dari satu. Seorang leader tim harus langsung memberikan pengarahan secara
keseluruhan mengenai penatalaksanaan terhadap pasien yang mengalami injuri,
yang meliputi (Fulde, 2009): Primary survey, Resuscitation, History, Secondary survey, Definitive care.
Primary
Survey
Primary
survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian
dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam
kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam
kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary
survey antara lain (Fulde, 2009) :
1. Airway
maintenance dengan cervical spine protection
2. Breathing
dan oxygenation
3. Circulation
dan kontrol perdarahan eksternal
4. Disability pemeriksaan neurologis singkat
5. Exposure
dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan
primary survey bahwa setiap langkah
harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan
jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota
tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang
telah dialokasikan peran tertentu seperti airway,
circulation, dll, sehingga akan
sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan mereka (American College of Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus dilakukan
berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan
trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian diikuti oleh pemberian
intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment,
intervention, reassessment).
Primary
survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain
(Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :
a)
General
Impressions
1. Memeriksa
kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
2. Menentukan
keluhan utama atau mekanisme cedera
3. Menentukan
status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b)
Pengkajian
Airway
Tindakan pertama kali yang harus
dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien
berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang
pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway
dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi
endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada.
Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada
kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian
airway pada pasien antara lain :
1. Kaji
kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
2. Tanda-tanda
terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
a. Adanya snoring
atau gurgling
b. Stridor
atau suara napas tidak normal
c. Agitasi
(hipoksia)
d. Penggunaan
otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
e. Sianosis
3. Look
dan listen bukti adanya masalah pada
saluran napas bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
a. Muntahan
b. Perdarahan
c. Gigi
lepas atau hilang
d. Gigi
palsu
e. Trauma
wajah
4. Jika
terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
5. Lindungi
tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk
mengalami cedera tulang belakang.
6. Gunakan
berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
a. Chin lift / jaw
thrust
b. Lakukan
suction (jika tersedia)
c. Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
d. Lakukan
intubasi
c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan
untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien.
Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus
dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open
chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
1.
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian
breathing pada pasien antara lain :
Look,
listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
a.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat
penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
b.
Palpasi untuk
adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
c.
Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
Buka
dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
2.
Tentukan laju dan tingkat kedalaman
nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan
pasien.
3.
Penilaian kembali status mental pasien.
4.
Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
5.
Pemberian intervensi untuk ventilasi
yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
a. Pemberian
terapi oksigen
b. Bag-Valve
Masker
c. Intubasi
(endotrakeal atau nasal dengan
konfirmasi penempatan yang benar), jika diindikasikan
d. Catatan:
defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced
airway procedures
6.
Kaji adanya masalah pernapasan yang
mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
d)
Pengkajian
Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak
adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab
syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis:
hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin,
penurunan capillary refill, dan
penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi
merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi
perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan
pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade,
cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal
yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan
dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000). Langkah-langkah dalam pengkajian
terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
1. Cek
nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2. CPR
harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
3. Kontrol
perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan secara
langsung.
4. Palpasi
nadi radial jika diperlukan:
b. Menentukan
ada atau tidaknya
c. Menilai
kualitas secara umum (kuat/lemah)
d. Identifikasi
rate (lambat, normal, atau cepat)
e. Regularity
6. Kaji
kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill).
7. Lakukan
treatment terhadap hipoperfusi.
8. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada
primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
1. A
- alert, yaitu merespon suara dengan
tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
2. V
- vocalises, mungkin tidak sesuai
atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
3. P
- responds to pain only (harus
dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal
yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
4. U
- unresponsive to pain, jika pasien
tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun
stimulus verbal.
9. Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan
memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau
tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan
pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada
pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan
selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan
ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi
mekanisme trauma yang mengancam jiwa, maka Rapid
Trauma Assessment harus segera dilakukan:
1.
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan
ekstremitas pada pasien.
2.
Perlakukan setiap temuan luka baru yang
dapat mengancam nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien
yang berpotensi tidak stabil atau kritis (Gilbert.,
D’Souza., & Pletz, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
American
College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors.
instructor course manual book 1 - sixth edition. Chicago.
Diklat RSUP Dr. M. Djamil Padang.
(2006). Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat
darurat (PPGD). RSUP.
Dr.M.Djamil Padang.
Emergency Nurses Association (2007). Sheehy`s manual of emergency care 6th
edition. St.
Louis Missouri :
Elsevier Mosby.
Lyer, P.W., Camp, N.H.(2005).
Dokumentasi Keperawatan, Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC
Maryuani, Anik & Yulianingsih. (2009).
Asuhan kegawatdaruratan. Jakarta :
Trans Info Media
Medis.
terimakasih
ReplyDelete