FRAKTUR
A. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan
tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price and Wilson, 1995).
Fraktur menurut Rasjad (1998) adalah hilangnya
konstinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang
bersifat total maupun yang parsial.
B. Etiologi
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari
cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh.Patah tulang
terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih besar daripada kekuatan tulang.
Penyebab
fraktur diantaranya :
1.
Trauma
a)
Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut.
b)
Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
2.
Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan
karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker tulang dan lain-lain.
3.
Degenerasi
Terjadi
kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut
4.
Spontan
Terjadi
tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
C. Manifestasi
Klinis
Rasa nyeri biasanya merupakan gejala yang sangat
nyata.
Nyeri bisa sangat hebat dan biasanya makin lama makin memburuk, apabila jika tulang yang terkena digerakkan. Menyentuh daerah di sekitar patah tulang juga bisa menimbulkan nyeri. Alat gerak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga penderita tidak dapat menggerakkan lengannya, berdiri diatas satu tungkai atau menggenggam dengan tangannya. Darah bisa merembes dari tulang yang patah (kadang dalam jumlah yang cukup banyak) dan masuk kedalam jaringan di sekitarnya atau keluar dari luka akibat cedera.
Nyeri bisa sangat hebat dan biasanya makin lama makin memburuk, apabila jika tulang yang terkena digerakkan. Menyentuh daerah di sekitar patah tulang juga bisa menimbulkan nyeri. Alat gerak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga penderita tidak dapat menggerakkan lengannya, berdiri diatas satu tungkai atau menggenggam dengan tangannya. Darah bisa merembes dari tulang yang patah (kadang dalam jumlah yang cukup banyak) dan masuk kedalam jaringan di sekitarnya atau keluar dari luka akibat cedera.
D. Patofisiologi
Patah tulang
biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu karena
trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga
bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan
olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Doenges,
2000) Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Doenges, 2000)
E. Klasifikasi
Fraktur
1.
Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran dari posisi normal.
2.
Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari
garis tengah tulang.
3.
Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen
frakturnya tidak menembus jaringan kulit.
4.
Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur
(Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan
infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing)
a. Grade I
: Luka bersih, panjang <>
b.
Grade II : Luka lebih besar/luas tanpa
kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
c. Grade
III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif, merupakan yang paling berat.
5. Jenis khusus fraktur
a. Greenstick : Fraktur dimana salah satu
sisi tulang patah, sedang sisi lainnya membengkok.
b. Tranversal : Fraktur sepanjang garis
tengah tulang.
c. Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan
garis tengah tulang.
d. Spiral: Fraktur memuntir seputar batang tulang
e. Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi
beberapa fragmen
f. Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan
terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
g. Kompresi : Fraktur dimana tulang
mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
h. Patologik : Fraktur yang terjadi pada
daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit pegel, tumor)
i. Avulsi : Tertariknya fragmen tulang
oleh ligament atau tendon pada perlekatannya
j. Epifiseal : Fraktur melalui epifisis
k. Impaksi : Fraktur dimana fragmen
tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
F. Pathway
G. Proses Penyembuhan
1. Tahap Hematoma.
Pada tahap terjadi
fraktur, terjadi kerusakan pada kanalis.Havers sehingga masuk ke area fraktur
setelah 24 jam terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur,
terbenuklah hematoma kemudian berkembang menjadi jaringan granulasi.
2. Tahap Poliferasi.
Pada aerea fraktur
periosteum, endosteum dan sumsum mensuplai sel yang berubah menjadi fibrin
kartilago, kartilago hialin dan jaringan panjang.
3. Tahap Formiasi Kalus atau Prakalus.
Jaringan
granulasi berubah menjadi prakalus.Prakalus mencapai ukuran maksimal pada 14
sampai 21 hari setelah injuri.
4.
Tahap Osifikasi kalus, Pemberian osifikasi kalus eksternal (antara periosteum
dan korteks), kalus internal (medulla) dan kalus intermediet pada minggu ke-3
sampai dengan minggu ke-10 kalus menutupi lubang.
5.
Tahap consolidasi, Dengan aktivitas osteoblasi dan osteoklas, kalus mengalami
proses tulang sesuai dengan hasilnya.
Faktor
– faktor yang mempengaruhi proses pemulihan :
a.
Usia klien
b.
Immobilisasi
c.
Tipe fraktur dan area fraktur
d. Tipe
tulang yang fraktur, tulang spongiosa lebih cepat sembuh dibandingkan dengan tulang kompak.
e. Keadaan
gizi klien.
f.
Asupan darah dan hormon – hormon pertumbuhan yang memadai.
g. Latihan
pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
h. Komplikasi
atau tidak misalnya infeksi biasa menyebabkan penyembuhan lebih lama.
i. Keganasan
lokal, penyakit tulang metabolik dan kortikosteroid.(Doenges, 2000)
H. Komplikasi
1. Syok
Syok hipovolemik akibat
perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak sehingga
terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
2. Mal union.
Gerakan ujung patahan
akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union, sebab-sebab lainnya adalah
infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya
ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit
gerakan (non union).
3. Non union
Non union adalah jika tulang
tidak menyambung dalam waktu 20 minggu.Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang
kurang memadai.
4. Delayed union
Delayed
union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama dari
proses penyembuhan fraktur.
5.
Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler
diseminata (KID).Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur
terbuka atau pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan
alat seperti plate, paku pada fraktur.
6. Emboli lemak
Saat fraktur, globula
lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan membentuk
emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memsaok ke otak,
paru, ginjal, dan organ lain.
7.
Sindrom Kompartemen
Masalah yang terjadi
saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan
jaringan.Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika tidak ditangani
segera.
8.Cedera
vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia, dan gangguan
syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri atau keadaan penekanan
syaraf karena pemasangan gips, balutan atau pemasangan traksi.(Brunner &
suddarth, 2002: 2390)
I. I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan
Rontgen
Untuk
menentukan lokasi atau luasnya fraktur.
2. CT Scan/ MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk
memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3. Pemeriksaan
Laboratorium
a. Hb
(Hemoglobin) mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau juga dapat menurun
(perdarahan).
b. Leukosit
meningkat sebagai respon stress normal setelah trauma.
c. Kreatinin,
trauma meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
d. Arteriogram,
dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
J. Penatalaksaan Medis
1. Pemberian
anti obat antiinflamasi.
2. Obat-obatan
narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
3. Obat-obat
relaksan untuk mengatasi spasme otot
4. Bedrest,
Fisioterapi
K. Penatalaksaan
Keperawatan
Tindakan
pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin:
1.
Berikan toksin anti tetanus
2.
Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dan negatif.
3.
Posisikin yang nyaman pada pasien
4.
Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri.
L. Pengkajian
1.
B1 (Breathing) : Napas pendek
2.
B2 (Blood) : Hipotensi,
bradikardi
3.
B3 (Brain) : Pusing saat
melakukan perubahan posisi, nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma dan mengalami deformitas pada
daerah trauma.
4.
B4 (Bleader) : Inkontenensia
defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut dan peristaltic hilang
5.
B5 ( Bowel) : Mengalami distensi
perut dan peristaltik usus hilang
6.
B6 (Bone) : Kelumpuhan otot
terjadi kelemahan selama syok spinal, hilangnya sensasi dan hilangnya tonus
otot dan hilangnya reflek.
M. Diagnosa dan
Intervensi Keperawatan
1.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmakerusakan
Tujuan
perawatan: pola nafas efektif setelah diberikan oksigen
Kriteria hasil: Pentilasi adekuat
Intervensi :
a)
Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.
b)
Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik
sekret.
c)
Kaji fungsi pernapasan.
d)
Auskultasi suara napas.
e)
Observasi warna kulit.
f)
Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.
g)
Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan.
h)
Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan
isufisiensi pernapasan.
i) Lakukan fisioterapi nafas.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelumpuhan.
Tujuan perawatan; Selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.
Kriteria hasil : Tidak
ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali
secara bertahap.
Intervensi :
b) Kaji
secara teratur fungsi motorik.
c) Lakukan
log rolling.
d) Pertahankan
sendi 90 derajad terhadap papan kaki.
e) Ukur
tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling.
f) Inspeksi
kulit setiap hari.
g) Berikan
relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam.
3.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera
Tujuan
keperawatan: Rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan
Kriteria hasil : Melaporkan rasa nyerinya berkurang
Intervensi:
a)
Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional.
b)
Bantu pasien dalam identifikasi faktor
pencetus.
c)
Berikan tindakan kenyamanan.
d)
Dorong pasien menggunakan tehnik
relaksasi.
e)
Berikan obat antinyeri sesuai pesanan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
dan Suddarth .2002.Keperawatan Medikal
Bedah, Edisi3. Jakarta: EGC
Carpenito
.2000.Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada
Praktik Klinis, Ed. 6. Jakarta: EGC
Doenges
at al .2000.Rencana Asuhan Keperawatan,
Ed. Jakarta: EGC
Herman
Santoso, dr., SpBO .2000. Diagnosis dan
Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak
dipublikasikan.
Smeltser
.2001.Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment